Minggu, 30 Desember 2018

Minggu, 15 Februari 2009

MEMPERTANYAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN

Anggaran dana pendidikan sebesar 20% dalam APBN dan APBD adalah amanat konstitusi yang tercapai setelah melalui perjuangan yang melelahkan. Sampai-sampai Mahkamah Konstitusi pun sudah mengeluarkan putusannya melalui SK No 13/PUU-CI/2008. Keputusan itu menegaskan agar pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah segera melaksanakannya melalui RAPBN 2009. Di pusat anggaran pendidikan tidak hanya dikelola oleh Depdiknas tetapi juga oleh Depag, melalui DAU, DAK dan Kementerian lain.
Belum lama ini Mendiknas melalui kebijakan Wajib Belajar dan ditindaklajuti Bupati dengan menurunkan kebijakan yang melarang satuan pendidikan setingkat SD dan SMP negeri untuk memungut biaya pendidikan.
Dalam pelaksanaan di lapangan keputusan itu menimbulkan persoalan yang tidak sederhana. Penerbitan kebijakan itu telah menimbulkan polemik dan benturan kepentingan. Melihat kebijakan Depdiknas itu sebenarnya masih ada klausul yang kontroversial, pertama masalah biaya operasional itu sendiri kedua klausul yang menyebutkan Pemda memenuhi kekurangan kebutuhan pendidikan yang belum dicukupi oleh APBN.
Di lapangan kebijakan itu dinilai tergesa-gesa, sehingga ada kesan saling lempar tanggungjawab. Kondisi itu berkembang menjadi polemic kontra persepsi dan dihawatirkan dapat menjadi kontraproduktif. Pertama kebijakan itu tidak sejalan dengan pemahaman bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara guru pemerintah dan masyarakat (Sisdiknas). Jika istilah tanggung jawab dijabarkan secara opersional maka muncul pengelolaan dan pembiayaan. Diskusi ini muncul oleh karena diantara warga masayarakat yang notabenenya walimurid tidak semua miskin. Sudah selayaknya warga miskin dibebaskan, akan tetapi bagaimana yang berada, sementara kemampuan pemerintah terbatas. Lain halnya jika memang pemerintah Daerah benar-benar mampu menutup kekurangan pembiayaan pendidikan yang dianggar oleh pemerintah pusat.
Kedua bahwa kewajiban Pemda memenuhi kekurangan biaya operasionall pendidikan, sejauh ini ternyata selalu muncul ketidak jelasan oleh karena alas an keterbatasan dana APBD, belum lagi kontrapersepsi mengenai komposisi 20% terhadap keseluruhan anggaran. Disana tidak dapat dipungkiri adanya tarik ulur kepentingan politis serta goodwill dari pejabat dan pimpinan daerah.
Akibat dari itu yang kemudian muncul adalah pendidikan dikorbankan dengan anggaran sekedarnya dari yang seharusnya mencukupi kekurangan dari APBN. Mengenai hal ini seolah terjadi saling lempar tangungjawab antara pemerintah pusat dan daerah.
Ketiga dii lapangan, jajaran pendidik yang berupaya mensikapi peraturan yang saling berbenturan ini merasa dipojokkan. Oleh karena ada ketidak jelasan pertanggungjawaban antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam masalah pembagian anggaran. Sementara masih kecil sekali jumlah sekolah setingkat pendidikan dasar dan menengah ( kurang dari 10% ) yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan. Padahal upaya untuk memenuhi standar masih diperlukan biaya sarana prasarana sekolah yang cukup tinggi. Ketika kebijakan itu belum terbit, sekolah dengan komite telah berupaya secara bertahap melengkapinya. Ketika kemudian muncul kebijakan yang baru, kebanyakan sekolah merasa adanya kebuntuan serta kepesimisan dengan melihat tarik ulur kepentingan politis yang ada.
Di tingkat satuan pendidikan setingkat SD dan SMP biaya operasional yang sudah mendesak karena operasional sekolah harus berjalan, seringkali dana BOS terlambat cair, sedang anggaran rutin terlambat diusulkan. Apakah keadaan seperti ini tidak mengarah kepada memojokan pendidik dan dikorbankannya misi pendidikan.
Dalam kaitan kebijakan, nampak sekali bahwa Pemda lebih berpihak kepada tuntutan politis adanya pendidikan dasar yang gratis. Kepala Sekolah dan guru merasa disudutkan. Disatu sisi pendidikan harus menuju standarisasi dengan peningkatan fisik dan mutu, disis lain tidak diberi jalan keluar pemenuhan kebutuhan mendesaknya.
Kebijakan juga tidak menjelaskan kebutuhan yang bersifat non operasional sehingga menimbulkan kesimpang siuran, mana yang kebutuhan operasional dan mana yang bukan operasional. Apakah kebutuhan laboratorium, perpustakaan termasuk operasional atau bukan. Di beberapa sekolah sebagai contoh, upaya pengembangan pembelajaran berbasis komputer dan internet sedang dikembangkan baik sarana maupun sumber daya manusianya. Upaya pengembangan mutu seperti itu termasuk oprasional atau bukan, masih menjadi polemik. Sementara pos anggaran untuk kebutuhan tersebut pada BOS tidak ada. Jika kebutuhan yang belum ada itu segera dipenuhi Pemda tentu tidak masalah. Kenyataan di lapangan masih terjadi kebuntuan yang berkepanjangan.
Keprihatinan dan kegalauan para manajer sekolah ( baca : kepala sekolah ) dan guru dikhawatirkan cukup serius, apabila tidak segera mendapat jalan keluar, bukan tidak mungkin hal sepert itu dihawatirkan dapat menimbulkan stagnan.
Kebijakan pemberian kewenangan ke daerah sebenarnya memiliki nilai strategis, karena pendidikan itu sendiri sesungguhnya akan meningkatkan kualitas sdm daerah. Peran kebijakan Pemda menjadi kunci kemajuan pendidikan. Daerah dapat mengembangkan kurikulum yang lebih mendekati kebutuhan riil daerah sampai dengan pengembangan keunggulannya. Pendidikan juga akan mendukung peningkatan daya saing daerah terhadap daerah lain. Karena itu maju mundurnya pendidikan di daerah sangat ditentukan oleh para pejabat di daerah itu sendiri. Apakah mereka memiliki visi yang jelas ataukah hanya sekedar mementingkan investasi yang lebih kongkrit dan instan.
Fakta serupa ditemukan dibeberapa daerah kabupaten yang merupakan inti pelaksana otonomi. Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas memang tidak bisa instan, butuh proses melalui pendidikan 5 – 10 tahunan. Pendidikan telah menjadi salah satu mata rantai pengembangan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan. Sulit untuk mengharapkan tenaga-tenaga yang ahli, ulet dan berjiwa wiraswasta. Political will dari para pejabat dan pimpinan daerah akan memberikan insprasi kepada jajaran pendidikan (baca pendidik) untuk bangkit memajukan daerah. Komitmen memajukan pendidikan serta upaya trobosan kreatf inovatif berbasis komitmen dan kemampuan mandiri daerah, merupakan komitmen dan unjuk kerja yang dtunggu dalam era otonom daerah sekarang ini.

Selasa, 26 Agustus 2008

GURU .....Berinovasi

Guru sebenarnyalah merupakan sosok yang terbuka dengan segala perubahan. Tengoklah, banyak guru yang dengan mudah menggunakan alat-alat telekomunikasi, gampang memakai alat transportasi, dengan gembiranya menerima alat rumah tangga yang mudah digunakan dan cepat tersedia. Hal itu menunjukkan bahwa guru sangat lekat dengan perubahan. Namun, mengapa perubahan di bidang pembelajaran sangat sulit diikuti oleh para guru?
Ada beberapa aspek yang menyebabkan para guru sulit menerima perubahan pendidikan meskipun berkali-kali mengikuti berbagai pelatihan pembelajaran. Pertama, banyak guru takut salah dan tidak percaya diri dalam menerapkan pembelajaran berinovasi. Kedua, guru takut dicela oleh temannya dan takut dianggap sok maju. Ketiga, guru takut waktu yang tersedia dalam pembelajaran tidak cukup untuk digunakan dalam berinovasi. Keempat, guru takut dikecam kepala sekolah dan guru lainnya karena kelas inovasi dipandang sebagai biang kegaduhan, keramaian, kericuhan bahkan masalah. Kelima, guru belum terbiasa keluar dari zona aman. Mereka merasa nyaman dengan pembelajaran tradisional yang terukir kuat di memorinya. Keenam, guru takut ribet atau sibuk dengan tugas tambahan akibat inovasi pembelajaran.
Ketakutan tersebutlah yang menyebabkan guru merasa asyik, nyaman, dan tidak punya beban dengan menggunakan cara mengajar tradisional, yakni menerangkan-beri contoh-pemberian tugas kepada siswa tanpa variasi metode lainnya. Sementara tidak aada penghargaan aapapun bagi yang inovatif. Sudah saatnyalah ketakutan yang tidak berdasar itu dihentikan dengan motivasi,keyakinan dan kepercayaan diri guru yang bersangkutan.
Berikut ini cara menghentikan ketakutan berinovasi sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran dengan suka cita, bahagia, dan sangat digemari oleh siswa-siswanya, serta tujuan pembelajaran tercapai.
Pertama, yakinkan bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya. Keyakinan tersebut didukung dan dibuktikan oleh perubahan yang terjadi dalam diri guru, yakni perubahan dahulu anak-anak, mahasiswa, dan sekarang menjadi guru tanpa terasa dan tidak disangka-sangka sebelumnya. Artinya guru itu sendiri merupakan bagian dari lingkaran perubahan. Dengan begitu, semua guru pastilah dapat berinovasi. Keyakinan tersebutlah yang harus dipegang kuat-kuat saat hendak berinovasi di kelas.
Kedua, sungai besar pasti dari sungai kecil. Untuk menjadi mengubah yang besar mulailah dari yang kecil-kecil. Mulailah berinovasi dari aspek yang kecil-kecil seperti mengubah tempat duduk, memvariasikan gaya berbicara di depan siswa, mengubah bentuk tulisan di papan, cobalah siswa disuruh memanggil guru dengan nama yang berbeda, dan cara-cara lain yang kecil-kecil. Dari yang kecil-kecil itu, niscaya inovasi pembelajaran juga akan turut serta dijalankan dengan hasil yang besar.
Ketiga, buatlah catatan perubahan dalam buku harian tentang cara dan gaya mengajar setiap hari. Kemudian, lihatlah apakah ada perubahan cara dan gaya? Jika ada perubahan berarti, inovasi pembelajaran telah dilakukan.
Keempat, mulailah mengerti bahwa inovasi berbeda dengan kreatif. Inovasi merupakan perubahan yang berangkat dari yang sudah ada yang bergerak secara maju dan berkelanjutan. Kreatif merupakan perubahan yang terjadi dari belum ada menjadi ada. Jadi, inovasi merupakan sesuatu yang wajar, alamiah, dan seharusnya terjadi dalam diri setiap manusia.
Kelima, mintalah guru lain, siswa, atau kepala sekolah untuk memberikan teguran manakala pembelajaran yang dilangsungkan sama dengan hari kemarin.Lupakan sejenak deretan nama-nama metode dan nama-nama pakar yang tampaknya semua berbau asing. Mulailah berbuat beda dari gaya dan cara mengajar sebelumnya dengan keinginan sendiri asal sesuai dengan tujuan pembelajaran. Lagu, teka-teki, TTS, sulap, kartu, boneka, gambar, benda hidup, batu, lidi, bola, gerak tubuh, dan sebagainya dapat dibawa ke dalam kelas sebagai media pembelajaran. Pindahkan fakta, konsep, prosedur, dan prinsip ke dalam media tersebut. Bergembiralah bersama siswa dalam memainkan media dalam nuansa pembelajaran.
Setiap ada acara pemilihan guru favorit pastilah yang terfavorit adalah guru yang menyenangkan, menantang pikiran, gembira, sabar, baik hati, dan tidak membuat takut atau tertekan siswa saat belajar. Hal itu berarti guru yang inovatif hendaknya juga digemari oleh siswa karena sifat-sifat dirinya. Guru merupakan pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan anak-anak sehingga tingkat penyesuaian diri guru tersebut kepada diri anak juga harus tinggi. Maksudnya, persepsi guru harus disesuaikan dengan persepsi anak dalam rangkaian pembelajaran di kelas sehingga tidak akan pernah terjadi ketidakcocokan guru dengan hasrat siswa. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi guru untuk takut berubah dan takut berinovasi.Ketakutan tidak akan pernah terjadi dalam diri guru jika semua pihak memberikan penghargaan yang kuat terhadap kinerja guru yang ada selama ini. Penghargaan tersebut tidak hanya diartikan dengan besaran tunjangan tetapi berupa dukungan moral, penganugerahan guru inovatif, dan pemberian kebanggaan sebagai guru.
Hayo berinovasi ! Mengapa tidak ...

Jumat, 09 Mei 2008

CERITA ORANG BERHASIL

CERITA ORANG BERHASIL

satu

Michael Marks dilahirkan pada tahun 1863 di Byalstok - Polandia, dari keluarga miskin di perkampungan padat dan kumuh, dan ibunya langsung meninggal bersamaan kelahirannya. Sehingga Marks dibesarkan oleh kakak perempuannya sebagai pengganti ibunya, dan ayahnya.
Polandia saat itu sedang krisis, yang dipicu dengan pembunuhan Tsar Alexander II pada tahun 1881. Membuat kehidupan keluarga Marks lebih menderita, sehingga ayah Marks menyuruhnya untuk keluar dari Polandia, menyusul kakaknya ke Inggris.
Pesan ayahnya, yang selalu diingat Marks : “Kalian harus kerja keras dan hemat, agar hidupmu bahagia”. Ayah Marks juga memberikan petunjuk kepada Marks agar mencari perusahaan bernama Barran Clothiers di Inggris.
Kemudian Marks juga berkata: “Ayah…Aku berjanji, akan bekerja keras. dan aku akan berbuat yang terbaik bagi sesamaku. aku bersumpah tidak mau hidup susah. kalau miskin akan jadi bulan-bulanan orang saja. huh…aku nggak sudi!”
Dengan tekad bulat, Marks berangkat ke, dan… ternyata kakak perempuannya sudah meninggalkan Inggris dan pergi ke Amerika Serikat. Tapi Michael Marks pantang menyerah, dia kemudian mendatangi kota Leeds, yang banyak orang senasib berasal dari Polandia. Kota Leeds ini merupakan Kota Pelarian Polandia.
Singkatnya, karena kemauan kuat dan tekad bulat untuk membuat perubahan lebih baik pada nasibnya, Maka Michael Marks akhirnya berhasil bertemu dengan seorang pengusaha bernama Isaac Dewhirts pemilik bisnis I.J. Dewhirts Ltd. sebuah pertemuan tidak disengaja, karena pada awalnya Marks mengira bahwa dia sedang bertemu dengan pemilik perusahaan Barran Clothiers, yang ternyata perusahaan tersebut sudah hilang entah kemana.
Nah, di sini Marks ditawari oleh Isaac Dewhirts untuk membeli barang-barangnya buat berdagang. Tapi Marks nggak mau, karena nggak punya uang, dan ingin menjadi pegawainya saja. Tapi ditolak oleh Isaac, karena dia sedang nggak butuh pegawai baru. Marks tetap bersikukuh akan mengabdi kepada Isaac Dewhirts. Akhirnya Isaac memberikan jalan tengah, Marks dipinjami uang sebesar lima poundsterling, untuk mencari kerja di tempat lainnya saja.
Tahu apa yang dilakukan Marks dengan uang lima poundsterling itu? Dia bertanya ke Isaac, apakah boleh membeli barang dagangannya…untuk dijualnya kembali ke orang lain! Luar biasa Prima! Sampai-sampai Isaac nggak percaya. Marks meyakinkan, bahwa dia akan berdagang keliling…door to door!
sikap Marks yang bisa kita jadikan teladan seperti ini: ramah, pandai bergaul, setia kawan, pekerja keras, bisa dipercaya, dan selalu menghargai orang. Sifat inilah yang membuat Michael Marks mendapat tempat di negeri asing.
Mulailah Marks menjadi Pedagang Keliling, yang dalam bahasa Inggris disebut Bagman. Awal berjualan keliling, dia selalu ditolak…bahkan sebelum dia membuka barang dagangannya. Akhirnya dia berpikir, lebih baik menggelar barang dagangannya di sebuah tempat saja, dan berpromosi agar orang datang ke tempatnya berdagang, sehingga bisa langsung melihat dan memilih barang-barang dagangannya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang.
Marks memilih menggelar barang dagangannya di tempat yang banyak dilalui orang, di perempatan jalan, di bawah pohon rindang. Dan berhasil, dagangannya cepat habis dibeli orang.
Inilah Prinsip Dasar Marks dalam bisnis: “selalu memakai keuntungannya untuk diputar lagi”. Saat awal berdagang, dari modal lima poundsterling, Marks memperoleh delapan poundsterling, dia untung tiga poundsterling. Keuntungan ini diputarnya lagi sebagai tambahan modal. Dan, Isaac sangat percaya kepada Marks, sehingga memberinya kredit sampai 20 Poundsterling.
Pesan Isaac kepada Marks: “Bisnis bermula dari kepercayaan. Jangan sampai hal ini kamu sia-siakan”. Dan, Marks selalu memegang teguh kepercayaan dari orang lain. Dia selalu tertib dalam membayar angsuran hutangnya! Sehingga itu menyenangkan orang yang memberinya hutang. Marks dapat menunda kesenangan pribadi, dia hanya mengeluarkan biaya yang penting.
Prinsipnya: “Pengeluaran harus lebih kecil daripada pemasukan. Biaya pribadi hanya boleh untuk yang sangat penting.”
Marks selalu memikirkan peningkatan kualitas dan kuantitas bisnisnya. Merasa jika berjualan di tempat terbuka bisa kurang aman dan kurang nyaman karena gangguan alam seperti panas terik dan hujan, maka dia mulai berpikir membuat tempat dagangannya dengan dilengkapi meja dagangan dan tenda di tempat terbuka yang lebih luas dan strategis. Ini dilakukan Marks pada 1884.
Semakin bertambah macam barang dagangannya, membuat Marks bingung memberikan tawaran harga kepada calon pembelinya. Dan, kebiasaan calon pembeli yang selalu menawar harga dagangannya, semakin membuatnya pusing. Caapee’ deeh…mungkin gitu kali.
TING…! Dia menemukan caranya. Agar dia tidak pusing dengan tawar-menawar harga dagangannya. Yaa, Marks memutuskan untuk berjualan dengan hanya satu harga pas.
Barang dengan jenis serupa dijualnya dengan harga sama. Barangnya dikelompokkan berdasarkan jenis kegunaannya, dan dijual dengan harga sama di setiap jenis kegunaannya. Sehingga dengan begitu, Marks dan calon pembelinya sama-sama dimudahkan. Marks semakin ringan kerjanya, dan calon pembelinya juga semakin mudah memilih jenis barang dan harga sesuai kemampuannya.
Yang penting juga untuk Anda ketahui, yaitu Marks selalu menjual barang dagangan yang berkualitas bagus, berbagai macam sesuai dengan kebutuhan orang, dan menyusun (display) barang dagangan dengan seindah dan semenarik mungkin.
Bisnis di tempat terbuka, meskipun ada meja dan tenda pelindung barang dagangan, pada saatnya membuat Marks tetap tidak puas. Ini karena jika hujan, banyak calon pembeli yang mengurungkan niatnya untuk datang ke “lapak” Marks ini. Maka dia berpikir harus bertempat di sebuah tempat tertutup, sehingga dia dan calon pembelinya sama-sama aman tidak kehujanan. Maka akhirnya Marks memutuskan untuk bertempat di Pasar Leeds, tetapi ada kendala modal kecil untuk menyewa tempatnya.
Dan, inilah sikap Marks. Dia selalu meminta saran dari ahlinya. Berbekal kemampuan bergaul dan kejujurannya, maka dia meminta saran ke Isaac, yang memang selalu membantunya dari awal. Dan, Isaac, dengan senang hati selalu membantu Marks.
Ingatlah ini, “Kepercayaan dan Kejujuran itu bagaikan mata uang, yang laku di mana saja, dan nilainya tidak terbatas.”
Waktu terus bergulir……
Kios Marks di Pasar Leeds semakin ramai dan semakin besar. Marks memutuskan untuk mencari lokasi baru di luar. Akhirnya Marks membangun Toko Baru dan cukup besar di kota Cardiff, dan dinamainya Toko Marks - Cardiff .
Inilah yang memulai Ide Dasar Marks, membuat serangkaian kios atau toko dengan satu pimpinan, dan suplai barang juga terpusat dari kantor pusat tokonya. Mungkin Ide inilah yang sekarang sudah kita kenal sebagai bentuk bisnis cabang, franchise, kerjasama operasional, dll.
Michael Marks menikah dengan Hannah Cohen pada 1886. Dan keduanya dengan kekuatan cintanya bekerja bersama membesarkan bisnis Marks. Putra pertama mereka lahir pada 1888 diberi nama Simon Marks, dan putri keduanya lahir pada 1890 diberi nama Rebecca Marks.
Cita-cita Marks untuk semakin memperbanyak tokonya sampai tak terhingga jumlahnya, sangat didukung oleh istrinya. Meskipun buta huruf, Marks sudah berhasil membuktikan janjinya dulu, bahwa dia tidak mau hidup susah lagi. Dan memang dia menepati janjinya itu.
Toko Marks sudah ada di beberapa kota, yang dinamainya sesuai nama kota tempat tokonya berada, setelah Marks - Cardiff, ada lagi Marks - Castleford, Marks - Wakefield, Marks - Warrington, dan Marks - Birkenhead.
Bisnis tokonya sedemikian cepatnya membesar, tanpa sadar modalnya semakin menipis dan dia mulai kesulitan modal untuk membeli barang dagangan untuk mengisi tokonya. Akhirnya dia datang ke Isaac, mengajaknya bekerjasama untuk membesarkan toko Marks, tapi ditolak oleh Isaac,, karena Isaac, bisnisnya sudah jauh lebih besar dibandingkan Marks. Tapi Isaac, tetap bersedia membantu dengan cara lainnya.
Ingatlah ini, jika Anda sudah memiliki sahabat sukses yang selalu bersedia membantu Anda, maka selalu jalinlah hubungan kekeluargaan dan emosi secara tulus, baik, dan selalu berkomunikasi secara “dua arah”. Juga tetaplah bersikap jujur dan bersahaja. Inilah yang membuat Marks selalu memperoleh bantuan di saat yang tepat.
Singkat cerita, akhirnya Isaac membantu Marks dengan memberinya keleluasaan untuk mengambil barang dagangannya, dan bisa membayarnya setelah barang tersebut laku terjual! Dia juga memperkenalkan Marks kepada para produsen barang dagangannya itu, agar Marks bisa langsung berhubungan.
Ingat ini juga, pentingnya memperoleh Referensi dari orang yang tepat dan terpercaya. Itu akan semakin memudahkan jalan bisnis kita.
Bantuan berikutnya, Isaac memperkenalkan staff ahli pembukuan perusahaannya kepada Michael Marks, agar bisa membantu Marks mengurus pembukuan keuangannya, mengingat Marks seorang yang buta huruf. Dua bernama Thomas Spencer, yang usianya lebih tua daripada Marks. Inilah langkah awal “leverage” bisnis Marks & Spencer dimulai.
Meskipun sebagai pemilik bisnis, Marks memperlakukan Thomas Spencer seperti sahabat bahkan sebagai layaknya saudara. Jalinan emosi baik dan saling membangun ini semakin kuat diantara keduanya. Bekerja bersama dalam suka dan duka selalu dijalankan oleh Marks & Spencer ini. Bahkan membersihkan tokonya agar selalu terlihat bersih, dan rapih juga dilakukan bersama, sampai para pegawainya takjub dibuatnya.
Toko Marks semakin maju pesat dengan bantuan Thomas Spencer ini. Dan, pada 1891, mereka memindahkan kantor pusatdari Leeds ke kota Wigan, karena pertimbangan ada sekolah bagus buat anak-anak mereka.
Pada saatnya, Marks & Spencer menghadap Isaac, untuk menyatakan bahwa Spencer sebaiknya bekerja penuh di toko Marks, bukan hanya sementara membantu saja. Dan, Isaac, membolehkannya, melepaskan staff ahli pembukuannya untuk bekerja penuh di toko Marks.
Bergabungnya Spencer secara penuh di toko Marks, semakin membuat toko Marks maju pesat, membuka cabang diberbagai kota. Pada tahun 1903, toko Marks sudah ada 40 Cabang. Dan Marks berencana memindahkan lagi kantor pusatnya dari Wigan ke Manchester. Ini kepindahan kedua. Kantor awalnya dari Leeds, terus ke Wigan, lalu ke Manchester.
Berdasarkan nilai-nilai persahabatan sejati, kejujuran dan sikap saling membina dan mengemabngkan bisnis Marks, maka Michael Marks memutuskan untuk melibatkan Thomas Spencer sebagai salah seorang pemilik tokonya.
Akhirnya Marks mengusulkan kepada Spencer untuk mendaftarkan tokonya sebagai sebuah perusahaan berbadan hukum, pada tahun 1903, dan memberinya nama Marks & Spencer atau disingkat dengan M & S.
M & S ini mendaftar dengan modal 30.000 Saham senilai 30.000 Poundsterling. Saham dibagi dua, masing-masing sebanyak 1.495 Lembar, yang 7 Saham dibagi ke anak dan istri mereka. Dan, ada sisa 3 Saham yang tidak dibagi sampai tahun 1906.
Michael Marks dan Thomas Spencer, masing-masing menjabat sebagai Direktur sesuai kapasitasnya, yang sudah sangat disepakati oleh keduanya.
Pada tahun 1905, dalam usia 53 tahun, Thomas Spencer meninggal dunia, yang membuat sedih Michael Marks. Dia merasa kehilangan seorang sahabat, saudara dan partner bisnis handal. Tapi Marks teringat pesan terakhir Spencer, agar usaha mereka berdua ini terus berkembang sampai beratus-ratus tahun kemudian, yang bisa diurus oleh anak-cucu keturunan mereka kelak.
Marks bangkit kembali dari kesedihan, bersemangat mengembangkan bisnisnya agar semakin besar dan mendunia. Toko-toko baru terus dibangun. Kualitas dan macam barang semakin diperhatikan, termasuk pelayanan, kebersihan, kerapihan, dan keindahan toko khas Marks & Spencer harus selalu ditingkatkan dan dipertahankan.
Perusahaan Marks & Spencer semakin berkembang pesat. Dari tahun 1903 sampai 1907, telah dibuka 24 Cabang Baru. Dan, pada akhir tahun 1907, perusahaan ini sudah memiliki 160 Cabang yang tersebar di seluruh Inggris!
Pada akhir 1907 inilah Michael Marks mendapat tambahan tenaga manajemen, utusan keluarga Thomas Spencer, bernama William Chapman yang mewakili keluarga Spencer untuk turut serta mengembangkan bisnis Marks & Spencer ini; meskipun hanya bekerja paruh waktu.
Di beberapa minggu menjelang pergantian tahun baru, Marks seringkali jatuh sakit, dan semakin parah, yang pada akhirnya dia meninggal dunia pada 31 Desember 1907, dalam usia relatif muda, 44 tahun (1863 - 1907).
Sepeninggal Michael Marks, maka keluarga Marks mengangkat teman dekat Marks, yaitu Bernard Steel untuk menjadi Direktur yang mewakilinya, karena anak Marks … yaitu Simon Marks masih terlalu muda berusia 18 tahun. Bernard Steel ini mendampingi William Chapman yang mewakili keluarga Spencer.
Setelah 10 tahun Simon Marks mempersiapkan dirinya, maka dia akhirnya memegang tampuk pimpinan sebagai Direktur Utama Marks & Spencer, dan semakin mengembangkan perusahaan warisan ayahnya ini. Dia pun sempat masuk wajib militer, dan ikut berjuang sebagai juru tembak di kota Preston pada Perang Dunia I.
Setelah selamat dan selesai Perang Dunia I, dia kembali mengembangkan bisnisnya. Saingan tokonya pun mulai bermunculan. Hal ini membuat Simon Marks berangkat ke Amerika Serikat pada 1942 untuk menimba ilmu bisnis ritel, agar bisa bersaing dengan baik, dan memenangi persaingannya.
Setelah kembali pulang ke Inggris, Simon Marks merealisasikan idenya untuk membuat rangkaian toko besar yang dikenal dengan superstore.
Ini strategi bisnis Superstore dari Simon Marks, yaitu: mengandalkan pasokan barang dagangan yang sangat beragam dan lancar sampai di toko, pusat harus bisa mencium perubahan selera pelanggan, sukses tergantung dari cepatnya toko bisa melayani keperluan pelanggan atas barang tertentu yang memuaskan hati para pelanggan, toko juga perlu punya intelijen untuk mempercepat alur informasi penting secara dua arah, dari Toko dan dari Kantor Pusat, semua tokonya sudah menggunakan mesin hitung otomatis, sehingga lebih mudah dan lebih cepat sistem kontrolnya.
Simon Marks, saat belajar di Amerika Serikat, ada tiga hal yang dilakukannya untuk bisnisnya, yaitu: kebijakan harga, pengembangan toko, dan perbaikan organisasi bisnis.
Perkembangan M & S semakin melesat, bahkan antara Maret 1937 sampai dengan Maret 1939, jumlah cabang tokonya sudah mencapai 234 toko. Tahun 1939 jumlah pegawai M & S sudah melampaui 18.000 orang. Uniknya, para pegawai M & S ini selalu dididik untuk tetap berjiwa sederhana, dan hubungan antara atasan dan bawahan dilakukan secara pribadi, tidak kaku, dan bersifat informal.
Saat meletus Perang Dunia II, puluhan toko M & S hancur, rusak berat. Tetapi SIMON MARKS justru membantu membuatkan makanan bagi para pengungsi, dan juga membuatkan makanan sup kalengan untuk menambah gizi pada keadaan darurat, untuk para tentara dan para pengungsi.
Kehebatan M & S yang lainnya lagi adalah selalu memperhatikan dan membantu keluarga para pegawai yang ikut berperang, dan tetap memberikan gaji nya.
Prinsip Bisnis M & S yang diajarkan oleh Michael Marks dan Thomas Spencer, adalah selalu berpikir praktis dan sederhana untuk meningkatkan penjualan dan pendapatan, sehingga kesejahteraan pegawai juga meningkat. Jika pegawai puas, maka mereka akan kerja bersemangat! Seolah-olah toko milik mereka sendiri. Pegawai yang bahagia dan puas, merupakan harta / aset yang tak ternilai untuk setiap bisnis. Dan, inilah syarat dasar yang membuat usaha apa pun jadi unggul dan sangat menguntungkan.
Hebatnya nilai persahabatan dan persaudaraan, yang telah ditanamkan oleh Michael Marks dan Thomas Spencer pada saat awal mereka mulai berbisnis, sehingga sampai sekarang ini, barang dagangan M & S masih tetap dipasok oleh I. J. Dewhirts Ltd. milik Alaistair Dewhirts…keturunan dari Isaac Dewhirts…orang yang pertama kali menolong Michael Marks dalam berbisnis.
Persahabatan dan Cara Berusaha mereka yang baik dan benar, telah membuat Toko Marks & Spencer yang dikelola secara turun temurun, semakin menjadi besar dan tersebar di seluruh dunia…hingga kini.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari Kisah dan Sikap Sukses dari Marks & Spencer tersebut. Dan, bisa kita pergunakan untuk memperbaiki dan melejitkan bisnis sukses kita masing-masing.
Salam Luar Biasa Prima!

Sumber
http://wuryanano.com/

Selasa, 06 Mei 2008